Sabtu, 07 Januari 2012

Taksonomi dan Perkembangbiakan Rotifer


Taksonomi Branchionus rotundiformis adalah sebagai berikut :
Filum               : Avertebrata
Kelas               : Aschelminthes
Sub-kelas         : Rotaria
Sub-ordo         : Eurotaria
Famili              : Monogonanta
Sub-famili       : Branchionidae
Genus              : Branchionae
Spesies            : Branchionus rotundiformis (Mujib, 2008)
Tubuh rotifer terdiri dari tiga bagian yaitu kepala, badan, dan kaki. Pergerakannya dilakukan oleh sekumpulan silia yang membudar di sekitar bagian kepala yang disebut corona. Kulit luar yang keras menutupi tubuhnya disebut lorica memberikan Rotifer bentuk tubuh yang jelas. Kadang-kadang lorica memiliki duri anterior dan posterior yang berfungsi sebagai pertahanan diri dari predator atau sebgai alat pengapung. Rotifer tersusun atas kurang lebih 950 sel, memiliki system saraf, pencernaan, ekskresi dan reproduksi yang sangat khusus. Kaki yang memanjang pada bagian posterior digunakan untuk melekat (Mujib, 2008).

 





Gambar 1: Branchionus sp.
Rotifer memiliki masa hidup yang tidak terlalu lama. Usia betina pada suhu 25◦C adalah antara 6-8 hari sedangkan yang jantan hanya 2 hari. Rotifer memiliki toleransi salinitas mulai dari 1-60 ppt, Perubahan salinitas yang tiba-tiba dapat mengakibatkan kematian. Salinitas diatas 35 ppt akan mencegah terjadinya reproduksi seksual. Pencegahan ini merupakan hal yang diinginkan dalam kultur missal disebabkan karena keberadaan individu jantan dan kista akan mengurangi tingkat pertumbuhan populasi Rotifer. Intensitas cahaya yang baik untuk kehidupan rotifer yaitu 2000-5000 lux, pH berkisar 7,5 sampai 8,5, kosentrasi amoniak bebas tidak boleh lebih dari 1 ppm (Mujib, 2008)
Rotifer bereproduksi setiap 18 jam sekali. Fekunditas total untuk seekor betina secara aseksual dan dalam kondisi yang baik maka 20-25 individu baru. Kuntitas dan kualitas makanan memberikan peranan penting dalam pertubuhan rotifer. Rotifer memakan beraneka ragam mikroalga (Mujib. 2008)
Kista Rotifer dihasilkan selama fase aseksual dalam siklus hidupnya. Kista rotifer melindungi embrio dengan menekan proses metabolisme sehingga mampu bertahan selam beberapa tahun. Kista yang dihasilkan hampir sama dengan besar telur yang dihasilkan melalui fase seksual. Namun bedanya mereka ditutupi oleh cangkang yang keras serta mereka dapat bertahan dalam lingkungan yang ekstrim. Ketika berada dalam lingkungan yang sesuai kista tersebut dapat menetas pada usia 24 atau 48 jam pada suhu 25◦C dengan pencahayaan yang cukup. Rotifer-rotifer yang menetas tidak digunakan langsung untuk pakan tetapi untuk inokulan untuk kultur massal. Setelah dikultur massa baru Rotifer-rotifer ini digunakan sebagai pakan alami untuk ikan. Rotifer digolongkan menjadi dua kelompok utama yaitu strain S dan L yang memiliki perbedaan ukuran, bentuk, duri anterior, dan suhu optimum. Strain S bentuknya cendrung bulat dengan panjang antara 150-220 µm, sedangakan strain L memiliki panjang 200-360 µm. Adanya perbedaan-perbedaan ukuran rotifer sebagai pakan alami menyesuaikan dengan ukuran mulut larva ikan (Mujib. 2008).
Adapun data kandungan nutrisi rotifer (Branchionus rotundiformis) disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan Nutrisi Branchionus rotundiformis
Kandungan Nutrisi
Branchionus rotundiformis
Protein (%)
58,9
Lemak (%)
12,8
Ca (mg/L)
0,23
Kadar abu (%)
13,6
P (mg/L)
1,42
(Sudjiharno, 1999)

D. Teknik Kultur Rotifer ( Branchionus sp )
1)   Pembibitan
Rotifer merupakan pakan alami yang membutuhkan teknik yang matang dalam melakukan pembibitan untuk mendapatkan kultur rotifara yang bagus. Langkah pertama yaitu menyiapkan wadah berupa bak tembok atau bak fiberglass dengan ukuran 25 liter atau wadah lain tersedia. Wadah dibersihkan dengan cara mencuci kemudian mengeringkannya di bawah sinar matahari.
Media pemeliharaan yang dipakai adalah ekstrak pupuk kandang seperti kotoran ayam atau kotoran kuda. Media pemeliharaan dibuat dengan cara merebus kotoran ayam atau kuda dalam panic sebanyak 500 g/liter air. Setelah dimasak, kotoran disaring dengan menggunakan kain blacu atau kain trilin.
Cairan hasil penyaringan ditampung dalam bak fiberglass ukuran 25 liter dan diencerkan dengan menambahkan air kolam 5-10 liter. Penambahan air kolam bertujuan agar bakteri dan jasad renik sebagai pakan rotifer dapat tumbuh.
Pada hari ketujuh, bibit rotifer yang diperoleh dari perairan umum dimasukkan ke dalam media pembibitan. Untuk memastikan ada tidaknya rotifer dalam air harus dilakukan pengamatan di bawah mikroskop. Dalam waktu 1-2 minggu rotifer sudah berkembang dengan baik, dan dapat diinokulasikan untuk dipelihara.


2)   Pemeliharaan
• Dalam Akuarium ( Terbatas )
Ukuran akuarium yang dapat digunakan sebagai wadah pemeliharaan adalah 60 x 40 x 50 cm, sedangkan fiberglass yang biasa dipakai adalah yang berukuran hingga 1 ton. Wadah dicuci bersih dan dikeringkan di bawah terik matahari.
Akuarium diisi dengan air kolam dan volume air yang dimasukkan dihitung. Hal ini diperlukan untuk memperkirakan jumlah pupuk yang akan digunakan. Pupuk yang digunakan adalah kotoran ayam atau kotoran kuda dengan dosis 300-400 g/liter air. Pemberian pupuk dilakukan dengan jalan membungkus pupuk tersebut dalam kain, kemudian digantung hingga seluruh pupuk terendam air.
Setelah tujuh hari, kondisi air media sudah siap sitebari bibit rotifer. Panen dapat dilakukan pada minggu berikutnya ketika populasi Rotifer mencapai puncak. Pemanenan dilakukan dengan menggunakan planktonnet dengan cara menciduk langsung atau melaluio penyifonan. Kepadatan populasi akan bisa dipertahankan tetap tinggi selama satu bulan apabila setiap 5-6 hari dilakukan pemupukan ulang sebanyak separuh dosis pupuk awal.
• Dalam Kolam (Massal)
Kolam yang digunakan bisa kolam tembok atau kolam tanah yang berukuran antara 100-00 m2. Kolam dikeringkan slama 2-4 hari hingga dasarnya menjadi pecah-pecah. Pencangkulan dan pembajakan dilakukan untuk membalik tanah dasar kolam sehingga udara dapat masuk ke dasar kolam. Perbaikan-perbaikan dilakukan pada saluran pemasukan serta kebocoran-kebocoran yang ada pada tanggul ditutup.
Untuk memperbaiki pH tanah iar dan membunuh bibit-bibit penyakit dilakukan pengapuran dengan memakai kepur pertanian atau kapur tohor 200-300 g/m2. Pemupukan dilakukan dengan cara menebar irisan jerami atau daun kol secara merata dengan dosis 500 g/m2 air. Kolam diisi air hingga menggenang.
Penyemprotan insektisida dilkukan pada hari keempat setelah penggenangan. Insektisida yang dipakai adalah Sumithion 50 EC dengan dosis 4 ppm untuk membunuh organism lain seperti cladocera yang menjadi pemangsa Rotifer. Pada hari keenam atau ketujuh setelah penyemprotan, pemeliharaan Rotifer dapat dilakukan.
Seminggu kemudian Rotifer sudah mencapai populasi puncak dan siap dipanen. Pemanenan dilakukan dengan menggunakan planktonnet. Cara pemanenannya yaitu ciduk air kolam kemudian air yang terkonsentrasi pada tabung planktonnet ditampung dalam ember. Cara lain panen Rotifer adalah dengan menggunakan pompa air yang di alirkan pada wadah tertentu.
Pemupukan ulang perlu dilakukan untuk mempertahankan populasi Rotifer dengan dosis sebanyak setengah dosis pemupukan awal. Sebaiknya pemupukan dilkukan setiap 5-6 hari sekali Rotifer hidup pada perairan yang banyak tersuspensi bahan organic. Kesukaannya memakan organism lain yang mempunyai ukuran lebih kecil, seperti ganggang renik, ragi,bakteri, dan protozoa. Pada tubuhnya terdapat organ khusus yang disebut korona. Organ ini bentuknya bulat dan dilengkapi bulu getar sehingga tampak seperti roda. Termasuk kelompok rotifer adalah Branchionus sp. (Mujib, 2008).

1 komentar: